07/11/2025

Santo Ernestus, Martir – 7 November

Pada suatu masa di abad ke-12, di sebuah desa kecil bernama Steißlingen di Jerman selatan, lahirlah seorang bangsawan yang kelak dikenal dunia dengan nama Ernestus. Sejak muda, Ernestus menunjukkan hati yang lembut namun teguh dalam panggilan iman. Ia memilih meninggalkan kenyamanan hidup bangsawan dan bergabung dengan para biarawan di Biara Zwiefalten — sebuah komunitas Benediktin yang terkenal karena kehidupan rohaninya yang mendalam. Dalam ketekunannya, Ernestus kemudian diangkat menjadi abbas, pemimpin biara itu. Sebagai seorang gembala rohani, ia dikenal bijaksana, sederhana, dan penuh kasih terhadap para biarawan yang dipimpinnya.

Namun masa itu adalah masa pergolakan besar di dunia Kristen. Ketika berita tentang Tanah Suci yang jatuh ke tangan kaum Muslim sampai ke Eropa, seruan untuk berangkat ke Perang Salib menggema ke seluruh negeri. Hati Ernestus pun terguncang. Ia tidak melihat perang itu sebagai kesempatan mencari kejayaan, melainkan sebagai ziarah iman — sebuah perjalanan untuk mengorbankan diri demi Tuhan dan sesama. Maka, dengan penuh tekad, ia meninggalkan biaranya dan bergabung dengan pasukan Kaisar Conrad III dalam Perang Salib Kedua.

Perjalanan panjang menuju Yerusalem penuh bahaya. Banyak yang gugur di jalan karena kelaparan dan penyakit. Menurut kisah lama yang diwariskan dari abad ke abad, Ernestus tertangkap oleh pasukan Muslim di Asia Kecil dan dibawa sebagai tawanan menuju Mekkah. Di sana, ia dihadapkan pada pilihan yang mengerikan: menyangkali imannya dan menyembah dewa-dewa asing, atau tetap setia kepada Kristus dan mati. Dengan ketenangan seorang yang telah menyerahkan hidup sepenuhnya kepada Allah, Ernestus menolak untuk meninggalkan imannya. Ia disiksa dengan kejam, namun di tengah derita itu bibirnya terus berdoa, “Tuhan, ke dalam tangan-Mu kuserahkan hidupku.” Akhirnya, ia dibunuh — menjadi martir Kristus sekitar tahun 1148.

Kisahnya menyebar ke seluruh Eropa, menyalakan api devosi dan kekaguman di hati banyak orang. Di Biara Zwiefalten, tempat ia dahulu menjadi abbas, namanya dikenang dengan penuh hormat. Para biarawan menulis kisah hidupnya, mencatat keberaniannya sebagai teladan kesetiaan sampai akhir. Meski sebagian dari kisahnya mungkin berbalut legenda, semangatnya nyata: keberanian untuk tetap beriman di tengah penderitaan.

Hingga kini, Gereja Katolik mengenang Santo Ernestus, Martir, setiap tanggal 7 November. Ia bukan hanya simbol keberanian dalam menghadapi kekerasan, tetapi juga lambang kesetiaan seorang gembala yang tetap setia pada Tuhan hingga akhir hidupnya. Dari biara yang sunyi di Jerman hingga gurun yang jauh di Timur, kesaksiannya bergema: bahwa kasih kepada Kristus lebih kuat daripada rasa takut akan kematian.